Makkah, 23/9 (ANTARA) - Kemenag akan mempelajari semua opsi pengadaan
pemondokan bagi jamaah haji di Makkah baik untuk jangka pendek maupun
panjang.
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu kepada ANTARA di Makkah, Selasa, mengatakan semua opsi yang masuk akan dipelajari, termasuk rotasi hingga pembentukan kampung Indonesia seperti yang diusulkan oleh beberapa kalangan.
Namun, diingatkannya untuk memiliki bangunan di Makkah, terutama di sekitar Masjidil Harram tidak mudah karena sepengetahuan Anggito tidak ada negara lain yang memiliki bangunan di sana.
Ketika disebutkkan sejumlah gedung yang berbendera suatu negara, seperti Iran dan Turki, dia menyebutkan hal itu tidak ada bedanya dengan Kantor Misi Haji Indonesia yang juga memiliki kamar-kamar penginapan dan berbendera Merah Putih.
"Kantor ini kita sewa lima tahun dan tiap tahun harga sewanya dibayarkan sesuai harga pasar," katanya.
Permasalahan gedung di Makkah adalah izin pembangunan, dan masa sewa yang setiap tahun bisa berubah meskipun punya ikatan sewa jangka panjang.
Pemilik gedung di Makkah, menurut sejumlah kalangan, tidak mau rugi karena peminat yang tinggi sehingga meskipun memiliki ikatan kontrak jangka panjang tetapi harga sewa ditentukan setiap tahun.
Di sisi lain, kualitas dan jarak pemondokan jamaah haji selalu dipermasalahkan banyak pihak, termasuk rencana pembangunan gedung pemondokan dengan sistem membangun, mengoperasikan lalu dialihkan (BOT) kepada pemilik tanah yang bisa berjangka 20-25 tahun.
Sistem BOT (build, operate and transfer)itu dikabarkan pernah tercetus di era Soeharto, lalu kini mencuat lagi seiring pelebaran Masjidil Harram dan peremajaan gedung di sekitarnya.
Beberapa kalangan mengusulkan (mendesak) Kemenag untuk melanjutkan proyek BOT itu dengan kemasan lain, seperti Kampung Indonesia.
Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Anggito Abimanyu kepada ANTARA di Makkah, Selasa, mengatakan semua opsi yang masuk akan dipelajari, termasuk rotasi hingga pembentukan kampung Indonesia seperti yang diusulkan oleh beberapa kalangan.
Namun, diingatkannya untuk memiliki bangunan di Makkah, terutama di sekitar Masjidil Harram tidak mudah karena sepengetahuan Anggito tidak ada negara lain yang memiliki bangunan di sana.
Ketika disebutkkan sejumlah gedung yang berbendera suatu negara, seperti Iran dan Turki, dia menyebutkan hal itu tidak ada bedanya dengan Kantor Misi Haji Indonesia yang juga memiliki kamar-kamar penginapan dan berbendera Merah Putih.
"Kantor ini kita sewa lima tahun dan tiap tahun harga sewanya dibayarkan sesuai harga pasar," katanya.
Permasalahan gedung di Makkah adalah izin pembangunan, dan masa sewa yang setiap tahun bisa berubah meskipun punya ikatan sewa jangka panjang.
Pemilik gedung di Makkah, menurut sejumlah kalangan, tidak mau rugi karena peminat yang tinggi sehingga meskipun memiliki ikatan kontrak jangka panjang tetapi harga sewa ditentukan setiap tahun.
Di sisi lain, kualitas dan jarak pemondokan jamaah haji selalu dipermasalahkan banyak pihak, termasuk rencana pembangunan gedung pemondokan dengan sistem membangun, mengoperasikan lalu dialihkan (BOT) kepada pemilik tanah yang bisa berjangka 20-25 tahun.
Sistem BOT (build, operate and transfer)itu dikabarkan pernah tercetus di era Soeharto, lalu kini mencuat lagi seiring pelebaran Masjidil Harram dan peremajaan gedung di sekitarnya.
Beberapa kalangan mengusulkan (mendesak) Kemenag untuk melanjutkan proyek BOT itu dengan kemasan lain, seperti Kampung Indonesia.
No comments:
Post a Comment