Nasib Pahlawan Devisa Yang Butuh Perhatian Pemerintah

Tubuh kurusnya terduduk di kursi roda, tatapannya kosong. Kemeja berwarna krem dan celana panjang yang dikenakan terlihat lusuh, begitu juga dengan selendang yang menutup kepalanya.
Seorang petugas kepolisian yang mendorong kursi roda perempuan setengah baya itu mengatakan ia dititipkan teman yang sudah lebih dulu kembali ke kampung halaman.
Kata-kata yang meluncur dari bibirnya tidak begitu jelas, tapi perempuan itu mengaku berasal dari Madura tepatnya di Bangkalan.
Tidak ada identitas apa pun yang dimiliki, hanya kartu putih yang bertuliskan Rokiah Ahmadi yang didapat Tim Reaksi Cepat (TRC) Kementerian Sosial dari tas jinjing berukuran sedang miliknya.
Linawati (53), perempuan asal Sumenep mengaku kondisi Rokiah Ahmadi sudah seperti itu sejak mereka bersama di penampungan TKI di Arab Saudi, bahkan lebih buruk karena tidak terurus dan kotor.
"Saya yang diminta membantu mengurusnya, mulai dari memberi makan sampai pulang ke Indonesia ini juga saya diminta dampingi," kata Linawati.
Namun Linawati mengaku tidak tahu pasti apa yang mengakibatkan kondisi Rokiah Ahmadi seperti itu, yang ia tahu Rokiah Ahmadi sudah 20 tahun di negeri timur tengah itu tanpa sanak keluarga.
Rokiah Ahmadi dan Linawati termasuk dalam rombongan Warga Negara Indonesia (WNI) yang dipulangkan dari Arab Saudi karena izin tinggal mereka sudah berakhir (overstay). Mereka tiba di terminal 4 Selapajang, Tangerang, Banten pada Sabtu (20/10).
Sebanyak 2.221 orang WNI overstay dan TKI bermasalah dipulangkan ke Tanah Air dalam beberapa kloter sejak 17-20 Oktober 2012 oleh pemerintah dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia yang mengangkut jamaah calon haji.
Sampai di tanah air, mereka dipulangkan oleh Kementerian Sosial ke daerah asal masing-masing dengan bus Damri maupun kapal laut.
Modus Umroh
Sebagian besar para TKI dan WNI yang dipulangkan tersebut menggunakan modus umroh untuk bisa menetap di Arab Saudi.
Seperti Linawati yang mengaku sudah berada di Jeddah sejak 2005, awalnya diajak untuk umroh setelah berpisah dari suami dan meninggalkan banyak utang di kampung.
"Ada teman yang mengajak berangkat ke Arab Saudi dengan meminta uang Rp1 juta, tapi saya tidak punya uang, terpaksa menjual gelang emas satu-satunya harta yang masih saya miliki," ujar Linawati.
Karena masalah ekonomi yang melilitnya dan harus membiayai sekolah ketiga anaknya, Linawati memutuskan untuk mencoba peruntungan di negeri orang dengan menjadi pembantu rumah tangga.
Beruntung Linawati mendapatkan majikan yang baik sehingga ia tidak mengalami kekerasan dan gajinya juga dibayar. Dari gaji yang didapatnya ia harus menyetorkan sebesar 150 riyal setiap bulan kepada teman yang mengajaknya ke luar negeri tersebut.
Perempuan bertubuh kurus itu mengaku tidak ingin lagi kembali bekerja di Arab Saudi dan memilih untuk tinggal bersama anaknya di Surabaya.
"Saya tidak mau lagi kesana, mudah-mudahan tujuh turunan saya tidak kesana untuk bekerja. Ngeri mendengar banyak yang disiksa disana, alhamdulillah saya tidak apa-apa karena mendapat majikan yang baik," tambah dia.
Namun tidak semua menjadikan umroh sebagai modus, ada yang secara resmi menjadi TKI melalui Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) seperti Supradi (43)yang berasal dari Malang.
Pria bertubuh gempal itu mengaku 12 tahun menjadi supir di negeri padang pasir tersebut. Perjalanan karirnya tidak selalu berjalan mulus, ia pernah melarikan diri dari majikan karena tidak digaji.
Ia juga mengaku selama lima tahun pernah bekerja tanpa identitas sejenis KTP dan SIM disana, beruntung majikan yang didapat setelahnya cukup baik bahkan memberikan uang 2.000 riyal saat akan pulang ke Indonesia.
Perhatian Pemerintah
Permasalahan TKI sejauh ini masih kompleks, mulai dari pengiriman yang bermasalah, TKI ilegal, yang disiksa majikan hingga luka bahkan cacat sampai ada yang meninggal dunia. Selain itu TKI yang bermasalah dengan hukum di negara tempat ia berkerja juga cukup banyak.
Konsekuensi yang mereka terima adalah berhadapan dengan pedang algojo pelaksana hukuman pancung seperti yang dialami Ruyati pada Juni 2011.
Ruyati binti Satubi dihukum pancung di Arab Saudi Sabtu 18 Juni 2011 karena mengaku bersalah telah membunuh seorang wanita Saudi.
Terkait permasalahan yang dihadapi TKI terutama di Arab Saudi, Supradi mengaku perhatian pemerintah sangat kurang.
"Kita hanya diminta bersabar, tidak ada tindakan lain yang lebih tegas dari pemerintah. Tidak seperti Filipina, kalau tenaga kerjanya bermasalah dengan majikan, pihak konjennya langsung datang bahkan kadang majikannya dipanggil," kata Supradi.
Sehingga menurut Supradi, tenaga kerja Filpina tidak banyak yang melarikan diri dari majikan. Permasalahan kaburnya pekerja dari majikan biasanya tidak lepas dari perlakuan kasar atau tidak digaji.
"Kalau bisa pihak Konjen disana kalau ada permasalahan mohon ditanggapi yang benar jangan hanya disuruh bersabar. Kalau kabur itu tidak enak sekali rasanya," tambah Supradi.
Supradi mengaku sudah cukup ia mengadu nasib ke negeri orang karena hidup cukup berat yang dirasakan dan harus jauh dari keluarga sudah dilakoninya selama 12 tahun.
"Saya mau berusaha di kampung saja, jual mie ayam atau apa saja," ujar bapak tiga anak tersebut.
Karena banyaknya WNI bermasalah itulah, setiap tahun pemerintah memulangkan mereka ke Indonesia, tapi karena tidak adanya lapangan pekerjaan dan kemiskinan yang terus menggerogoti kejadian serupa terus berulang.
Pemadam Kebakaran
Munculnya berbagai permasalahan menyangkut TKI tersebut mengharuskan Kementerian Sosial menjadi semacam pemadam kebakaran, dimana ketika api sudah menghanguskan baru petugas pemadam muncul.
Kementerian Sosial menjadi pemadam kebakaran karena bertanggung jawab memulangkan mereka-mereka yang bermasalah.
Dari 2006 sampai 2011, Kementerian Sosial sudah memulangkan 185.083 orang WNI overstay dan TKI bermasalah dengan total anggaran Rp127 miliar.
Kementerian Sosial menganggarkan dana sebesar Rp9 miliar untuk memulangkan 11.000 TKI bermasalah setiap tahunnya.
Padahal seharusnya upaya-upaya preventif sudah dilakukan terutama sebelum TKI diberangkatkan misalnya dengan memberikan pelatihan yang tepat dan mempelajari tentang budaya di negara tempat TKI akan bekerja.
Di samping itu, tenaga kerja yang dikirimkan seharusnya adalah tenaga profesional dan berkeahlian tidak cukup hanya pembantu rumah tangga.
"Saya sepakat TKI yang menjadi pembantu rumah tangga tidak dikirim lagi tapi harus yang ahli seperti perawat atau pengasuh bayi," kata Mensos saat menyambut kedatangan WNI overstay dan TKI bermasalah dari Arab Saudi di terminal 4 Selapajang, Tangerang.
Mensos mengatakan, TKI yang inforomal seperti pembantu rumah tangga harus dihentikan pengirimannya karena selain devisa yang didapat kecil, harkat dan martabat bangsa juga hancur.
"Nanti Indonesia dikatakan negara pembantu rumah tangga, padahal kita bangsa yang besar harus berpikir untuk tetap menjaga harkat dan martabat," tambah Mensos.
Pemerintah daerah juga berperan penting dalam menyelesaikan masalah TKI, karena mereka di daerah yang mengirimkan warganya untuk bekerja di luar negeri sehingga bertanggung jawab memberikan ilmu serta pelatihan.
Balai Penampungan dan UEP
Selain memulangkan ke daerah asalnya, Kementerian Sosial membangun balai penampungan TKI di Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau untuk menampung TKI yang dipulangkan dari Malaysia.
"Balai penampungan dibangun sebagai salah satu upaya untuk mengurangi traficking," kata Direktur Perlindungan Sosial Korban Tindak Kekerasan dan Pekerja Migran Kementerian Sosial Akifah Elansary.
Menurut Akifah, selama ini TKI yang dipulangkan dari negeri jiran ditampung sementara di balai penampungan milik Perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia (PJTKI).
Saat di penampungan tersebut, menurut Akifah sangat rentan terjadinya trafficking (perdagangan orang). TKI yang ditampung dijual kembali ke Malaysia dengan nilai mencapai Rp8 juta per orang oleh oknum.
"Insya Allah mulai 2013 sarana dan prasaran mulai beroperasi sehingga pencegahan trafficking bisa dilakukan," kata Akifah.
Di samping itu, agar mereka tidak tergiur lagi kembali menjadi TKI, Kementerian Sosial memberikan bantuan Usaha Ekonomi Produktif (UEP) bagi mantan TKI dengan syarat miskin sebesar masing-masing Rp3 juta.
Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyejahterakan rakyatnya, usaha yang dilakukan dengan memulangkan dan memberikan bantuan usaha hanya sebagian kecil dari bentuk kewajiban itu, dibutuhkan keseriusan dan perhatian pemerintah agar TKI, si pahlawan devisa aman dan terjaga keselamatannya juga dihargai di negara orang.
Share:

No comments:

Post a Comment

 photo iklan-instagram_zpsijgophla.gif

Terpopuler

Berita Haji 2012

Tips Haji dan Umrah

Kisah dari Tanah Suci

Manasik Haji dan Umrah

Photobucket

Labels

Blog Archive

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.